Rabu, 21 Juli 2010

KISAH MELUASNYA BERITA DUSTA

Kisah ini terjadi ketika para mujahid kembali menuju Madinah dari peperangan dengan Bani Mushthaliq pada bulan Sya’ban tahun 5 H. Isteri Rasulullah SAW bernama ‘Aisyah r.a. ikut dalam peperangan sesuai hasil undian antara para isteri beliau. Dalam perjalanan malam, rombongan berhenti pada suatu tempat. ‘Aisyah keluar dari tandu unta untuk suatu keperluan, kemudian kembali ke tandu. Namun tiba-tiba kalungnya hilang, lalu pergi lagi ke tempat semula mencarinya. Sementara itu, rombongan berangkat dengan sangkaan bahwa ‘Aisyah masih tetap berada di dalam tandu. Setelah ‘Aisyah mengetahui tandunya sudah berangkat, dia duduk di tempat dan penuh harap untanya akan kembali menjemputnya. Dalam keadaan menunggu, ‘Aisyah tertidur dan cadarnya (penutup wajah) terbuka sehingga nampaklah wajah ‘Aisyah. Secara kebetulan sahabat nabi bernama Shafwan bin Mu’aththal yang berkendaraan unta melewatinya dan dia sangat terkejut bahwa yang sedang tidur adalah isteri Rasulullah SAW seraya mengucapkan “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, isteri Rasul !”. Lalu ‘Aisyah terbangun.

Dengan rasa hormat, maka Shafwan mempersilahkan ‘Aisyah untuk mengendarai untanya. Shafwan berjalan di depan menuntun untanya sampai tiba di Madinah. Orang-orang yang melihatnya membicarakan menurut pendapatnya masing-masing. Apalagi Shafwan seorang pemuda yang gagah perkasa dan tampan, sedangkan ‘Aisyah juga cantik. Mereka jalan berdua, serta mengapa datang terlambat di belakang pasukan. Seseorang melihat kejadian tersebut, mulailah timbul desas desus di masyarakat. Dari lidah yang satu ke lidah-lidah yang lain secara estafet, mereka bergunjing, ngrumpi dan timbullah penyakit hati yang disebut ghibah. Tidak ketinggalan kaum munafik yang dipimpin Abdullah bin Ubay merasa mendapat lahan untuk melampiaskan api kebencian dan membesar-besarkannya, sehingga menimbulkan fitnahan atas diri ‘Aisyah ra. Semakin tambah hari semakin bertambah luas berita bohong tersebut, sehingga terjadilah goncangan di kalangan kaum muslimin.

Berita dusta ini kemudian sampai juga kepada Muhammad SAW, yang mengubah sikap yang ramah menjadi sikap yang kaku terhadap isteri beliau.Orang tak ada yang berani menyampaikan desas-desus itu kepada ‘Aisyah, meskipun ia sendiri melihat sikap suaminya yang tidak sesuai dengan perangainya yang lemah lembut, selalu kasih sayang kepadanya. Hal ini sempat menjadi tanda tanya besar dan sangat mengejutkan bagi perasaan ‘Aisyah, pilu hatinya dan sesak dadanya. Kemudian ‘Aisyah jatuh sakit yang cukup keras. Bila Rasulullah datang menengok, ia hanya berkata singkat dan kaku “Bagaimana?”. Melihat sikap Nabi seperti ini, ‘Aisyah pulang ke rumah ibunya agar memperoleh perawatan dengan baik. Segala pembicaraan di luar tentang dirinya, ‘Aisyah tidak tahu. Sebaliknya, Rasulullah merasa terganggu dengan berita yang disebarkan itu. Sampai ia pidato di hadapan orang banyak :
“Saudaraku, kenapa orang-orang mengganggu saya mengenai keluarga saya. Mereka mengatakan hal-hal yang tidak sebenarnya. Padahal saya tahu mereka orang baik-baik. Mereka mengatakan ditujukan kepada seseorang, yang saya ketahui, demi Allah, juga orang baik. Tak pernah datang ke salah satu rumah saya hanya jika bersama saya”.

Usaid bin Hudzair berdiri dan berkata :
“Rasulullah, kalau mereka itu dari kalangan Aus, biar kami selesaikan. Dan kalau mereka itu dari golongan Khazraj, perintahkan kepada kami. Sungguh patut leher mereka itu dipenggal”.
Akhirnya berita itu diceritakan oleh wanita Muhajirin kepada ‘Aisyah. Sangat terkejut mendengar berita itu, hampir pingsan. Ia tak dapat menahan air mata yang deras, sehingga terasa seolah pecah jantungnya. Dengan perasaan berat, ia menemui ibunya dan berkata : “Ampun, ibu. Orang-orang sudah begitu rupa bicara di luar, tapi mengapa ibu sama sekali tidak katakan kepada saya”
Muhammad sebenarnya merasa tersiksa karena percakapan orang tentang keluarganya. Kemudian Nabi menemui Abu Bakar, Ali dan Usama bin Zaid untuk minta pendapatnya. Usama menolak tuduhan itu, karena tidak punya dasar dan tidak ada saksi. Beda dengan Ali dan berkata : “Rasulullah, wanita lain banyak”. Ali menyarankan agar ‘Aisyah diceraikan. Lalu Ali juga menyarankan supaya menanyai pembantu ‘Aisyah. Ali memukulnya seraya berkata : “Katakan yang sebenarnya kepada Rasulullah!”. Jawab pembantu ‘Aisyah : “Demi Allah yang saya ketahui dia adalah baik”.

Akhirnya Muhammad berhadapan langsung dengan isterinya dan berkata :“’Aisyah, engkau sudah mengetahui apa yang dibicarakan orang. Hendaknya engkau takut kepada Allah jika engkau telah melakukan kejahatan. Bertobatlah kepada Allah, sebab Allah akan menerima segala tobat hambaNya”.
Selesai kata-kata tersebut, darah ‘Aisyah mendidih, hatinya panas dan menjawab :
“Demi Allah, saya sama sekali tidak akan bertobat kepada Allah. Saya tahu, kalau saya mengiakan apa yang dikatakan orang, sedang Allah mengetahui bahwa saya tidak berdosa, berarti saya mengatakan sesuatu yang tak ada. Tetapi kalaupun saya bantah, engkau tak percaya. Saya hanya berkata seperti ayah Yusuf: “Maka sabar itulah yang baik, dan hanya Allah tempat meminta pertolongan !. Saya sama sekali tidak takut dan tidak peduli dengan kejadian ini. Saya tidak berdosa dan Allah tidak akan berlaku tidak adil terhadap diri saya”. Sejenak sunyi setelah terjadi pergolakan itu. Turunlah wahyu kepada Muhammad dan berkata : “Gembiralah hatimu, ‘Aisyah! Allah telah membebaskan kau dari tuduhan”. “Alhamdulillah”, jawab ‘Aisyah.

Kemudian Nabi pergi ke Masjid dan membacakan di depan kaum Muslimin, surat yang baru turun (Qur’an Surat 24 : 11-19) :
“Sesungguhnya mereka yang membawa berita bohong itu adalah dari golonganmu. Jangan kau kira ini suatu bencana, tetapi suatu kebajikan buat kamu. Setiap orang akan mendapat balasan atas dosa yang mereka perbuat. Bagi mereka yang mengambil bagian terbesar dalam penyiaran bohong itu akan mendapat siksa yang berat. Mengapa ketika mendengar berita itu orang-orang beriman tidak berprasang-ka baik dengan sesama dan mengatakan: ini adalah berita bohong yang nyata.
Mengapa mereka tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu? Oleh karenanya, mereka itulah pada sisi Allah orang-orang yang dusta.Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar perbuatan keji itu tersiar di kalangan mu’min, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (periksa secara lengkap pada Q.S. An Nuur : 11-19).

Dengan demikian, maka sesuai ketentuan Qur’an (Q.S. 24 : 4) mereka yang telah menyebarkan berita dusta mendapat hukuman dera 80 kali. Mereka itu adalah:
1. Mistah bin Uthatha (anak dari saudara perempuan ibunya Abu Bakar r.a.).
2. Hamna binti Jahsy (saudara Zainab binti Jahsy). Zainab adalah isteri Nabi.
3. Hassan bin Thabit

Selesai melaksanakan had (hukuman), maka mereka juga mendapat ampunan dari Nabi, para sahabat dan keluarganya serta Ummul Mukminin ‘Aisyah r.a. telah berlapang dada, bersih dari segala tuduhan. ‘Aisyahpun cepat sembuh dari sakitnya, lalu kembali ke rumahnya di tempat Rasul, kembali pula ke dalam hati Rasul, kembali dalam kedudukannya yang tinggi dalam hati para sahabat dan seluruh kaum Muslimin. Sejak itu selesailah peristiwa itu dan tidak lagi meninggalkan bekas di seluruh Madinah.

Jumat, 16 Juli 2010

KPK ( Ka'bah Pedoman Kiblat )

"Dan dari mana saja kamu ke luar, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram; sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang haq dari Tuhanmu.” (Q.S. Al-Baqarah [2] : 149).

Ka’bah telah berdiri cukup lama di Tanah Arab sebagai pusat arah/ pemersatu bagi umat Islam sedunia dalam melaksanakan ibadah.

Umat Islam telah diatur oleh Allah swt sedemikian rupa, sehingga Ka’bah memiliki simbol multi dimensi sebagai kesatuan arah, satu tujuan, satu pemikiran, satu aqidah, satu Tuhan, satu Kitab yang juga merupakan satu titik tumpuan. Di pelosok dunia manapun, umat Islam wajib hukumnya untuk menghadapkan wajahnya ke arah Ka’bah (Masjidil Haram), ketika mendirikan sholat atau syariat lainnya. Bila tubuh kita tidak menghadap ke arah Ka’bah, maka sholatnya tidak sah. Kecuali sholat di atas kendaraan atau memang tak tahu arah. Dengan demikian, maka arah yang menuju ke Masjidil Haram merupakan ketentuan yang pasti (haq) dari Allah swt dan tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Firman Allah swt :
“Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.”(QS Al-Baqarah[2] : 144).

MASALAH ARAH KIBLAT


Melihat lokasi ummat yang bertebaran di muka bumi ini dengan segala bentuk geografisnya, maka ada beberapa alasan/ tempat yang agak sulit untuk menetapkan akurasi arah kiblat, sbb :
1. Jalan atau gang yang berbelok-belok dan agak serong tak beraturan.
2. Bangunan masjid, musholla, rumah disesuaikan dengan lurusnya jalan.
3. Di lapangan yang terbentang luas.
4. Di stadion olah raga yang bentuk bangunannya bulat.
5. Di atas kapal yang sedang lego jangkar (di tengah laut).
6. Di tempat-tempat yang masih asing dan tidak ada orang tempat bertanya.
7. Di tepi pantai yang bentuknya berliku-liku.
8. Di tengah perjalanan baik di darat, di laut dan di udara.
9. Pergeseran lapisan bumi.
10. Bangunan masjid lama yang penentuan arah kiblatnya atas dasar perkiraan.

ILMU FALAKIYAH


Al-Falak sebagai ilmu hitungan atas dasar geografis dan astronomis merupakan bahan kajian (ijtihad) bagi tiap muslim, agar pelaksanaan ibadah dapat dilakukan secara tepat waktu dan tepat arah.

APLIKASI ARA

H KIBLAT


Semua benda angkasa selalu bergerak kontinyu baik berputar pada porosnya seperti gasing dan berjalan sesuai garis edarnya secara 3 dimensi. Termasuk di antaranya bulan, bumi dan matahari yang ketiga-tiganya dijadikan pedoman untuk penentuan waktu shalat, larangan shalat, jadwal puasa, pergantian bulan dan tahun serta penentuan arah kiblat. Khusus untuk arah kiblat, aplikasinya bisa digunakan untuk arah bangunan masjid/ musholla bila lahannya luas, arah shalat dan untuk menentukan arah menidurkan jenazah baik di rumah maupun posisi di pemakaman.

WAKTU PERPUTARAN MATAHARI


Teori menunjukkan bahwa bumi mengelilingi matahari secara konstan dan masing-masing juga beredar sesuai garis edarnya. Oleh karena ummat manusia berada di bumi, maka seakan-akan bumi kita diam dan matahari-lah yang berjalan.
Firman Allah :
“Dan Dia tundukkan matahari dan bulan masing-masing berjalan sampai kepada waktu yang ditentukan.” (Q.S. Luqman [31] : 29). Sesuai pengamatan, setahun matahari berputar sebanyak 365,2425 hari atau 365 hari 5 jam 49 menit 12 detik. Karena angka ini ganjil, maka pada tahun Kabisat dibuat berumur 366 hari, sedangkan tahun Basithoh berumur 365 hari. Tiap 4 tahun sekali, satu tahun berumur 366 hari dan selama tiga tahun berumur 365 hari. Perputaran rutin inilah, maka kita dapat menghitungnya secara tetap untuk berbagai kepentingan.

GARIS EDAR MATAHARI


Peredaran matahari di atas bumi melilit dan mondar mandir tak pernah berhenti di seputar 23,5° Lintang Selatan sampai 23,5° Lintang Utara. Firman Allah : “Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Yasin [36] : 38).

MATAHARI DI ATAS KA’BAH


Ka’bah yang posisinya 21° 25’ 21” Lintang Utara, 39° 49’ 34” Bujur Timur, akan dilintasi matahari tepat di atasnya pada tiap tanggal :
28 Mei pukul 12.18 waktu Saudi (16.18 WIB).
16 Juli pukul 12.27 waktu Saudi (16.27 WIB).
Oleh karena dilintasi 2 kali setahun, maka tanggal tersebut diperingati sebagai Yaumu ar Rasdi al Qiblah (Hari Penentuan Arah Kiblat)

MENGAMATI BAYANGAN


Dengan terjadinya matahari tepat di atas Ka’bah, maka secara rutin (tetap) semua bayangan benda tegak di setengah dunia akan tertuju ke arah Kiblat. Allah swt telah memberikan isyarat :
“Apakah kamu tidak memper-hatikan (penciptaan) Tuhanmu, bagai-mana Dia memanjangkan (dan memen-dekkan) bayang-bayang; dan kalau Dia menghendaki niscaya Dia menjadikan tetap bayang-bayang itu, kemudian Kami jadikan matahari sebagai petunjuk atas bayang-bayang itu.” (Q.S.Al-Furqan [25] : 45). Bayangan itu dialami juga di Jakarta dan di kota-kota lainnya. Waktu tersebut adalah titik tengah dan masih ada waktu toleransi 2 hari sebelum dan 2 hari sesudahnya serta ± setengah jam sebelum dan sesudahnya.


Arah kiblat berdasarkan bayangan ini adalah cara alamiah, mudah, murah dan tanpa harus mendatangkan ahli falakiyah.

RASDU AL QIBLAH


Menurut perhitungan, khususnya di Jakarta dan sekitarnya, sudut yang mengarah ke Kiblat adalah Azimuth 295,1°.


Pada sudut ini, setiap hari matahari akan melintasi posisi ini. Sehingga untuk mengukur arah Kiblat tidak hanya tanggal 28 Mei dan 16 Juli, melainkan pada jam-jam tertentu.

GARIS SHAFF


Untuk memberikan kemudahan dalam menentukan garis shaff yang akurat, tiap hari pada jam tertentu, kita dapat mengamati bayangan benda tegak, ketika posisi matahari berada
pada Azimuth 25,1°





BAGAIMANA CARANYA ?


1. Tancapkan tiang tegak lurus atau manfaatkan dinding bangunan, yang memungkinkan terjadinya bayangan.
2. Stel jam anda secara benar (RRI).
3. Tunggu waktu sesuai jadwal.
4. Lihat tabel jam Kiblat di atas, amatilah arah bayangan yang tertuju ke matahari, itulah arah Kiblat yang akurat.
5. Lihat tabel jam Shaff di atas, amatilah arah bayangan, itulah arah garis shaff sholat kita yang akurat.